Tuesday, August 28, 2007

G. RAUNG

G. RAUNG (3.332 m)


Gunung Raung adalah sebuah gunung yang besar dan unik, yang berbeda dari gunung pada umunya di Pulau Jawa. Keunikan dari Puncak Gunung Raung adalah kalderanya yang sekitar 500 meter dalamnya, selalu berasap dan sering menyemburkan api. G. Raung termasuk gunung tua dengan kaldera di puncaknya dan dikitari oleh banyak puncak kecil, menjadikan pemandangannya benar-benar menakjubkan.

Untuk mendaki G. Raung, paling mudah adalah dari arah Bondowoso. Dari Bondowoso terus menuju desa Sumber Wringin dengan menggunakan Colt melalui Sukosari. Perjalanan diawali dari desa Sumber Wringin melalui kebun pinus dan perkebunan kopi, menuju Pondok Motor atau Pos pendaki diaman kita dapat menjumpai seorang juru kunci yang bernama P. Serani. Di Pondok Motor kita dapat menginap dan beristirahat, kemudian kita dapat melanjutkan perjalanan ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 9 jam.

Dari Pondok Motor ke G. Raung, kita akan melewati perkebunan kopi, hutan pinus, hutan cemara, terus sampai di dataran tempat dimana kita dapat berkemah. Perjalanan dilanjutkan melalui padang alang-alang (sekitar 1 jam perjalanan), selanjutnya menuju puncak G. Raung yang sedikit berpasir dan berbatu-batu. Dari tempat berkemah menuju puncak G. Raung, hanya memerlukan waktu sekitar 2 jam saja. Sedangkan perjalanan turun, memakan waktu sekitar 7 jam.

Puncak G. Raung ini berada pada ketinggian 3.332 m dpl dan sering bertiup angin kencang. Sesungguhnya masih ada puncak yang lebih tinggi lagi, namun tidak dapat mendaki kesana, sebab selain tidak ada jalan juga gutannya masih terlalu lebat.

Dalam perjalanan ke puncak G. Raung, tidak ada sumber air. Sebaiknya untuk air dipersiapkan di Sumber Wringin atau Sumber Lekan. Untuk mendaki G. Raung tidak diperlukan ijin khusus, hanya saja kita perlu melaporkan diri ke aparat desa di Sumber Wringin.

taken from Pendaki@yahoogroups.com

G. ARGOPURO

G. ARGOPURO (3.088 m)


Gunung Argopuro memiliki banyak puncak, beberapa puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian lainnya lebih muda. Puncak Argopuro berada pada ketinggian 3.088 m dpl.

Untuk mendakinya ada beberapa jalur, antara lain lewat Baderan atau lewat desa Bremi, Kab. Probolinggo. Tetapi dianjurkan lewat desa Bremi saja, karena lebih cepat.

Untuk mencapai desa Bremi sangat mudah karena ada bis umum yang menuju itu dua kali sehari dari terminal Bis Probolinggo, jam 6.00 pagi dan jam 12.00 siang. Sebaiknya para pendaki bermalam di desa ini. Didesa ini terdapat penginapan yang merupakan bekas peninggalan jaman Belanda yang memiliki cirri tersendiri. Sebelum mendaki kita melapor pada polisi atau petugas PHPA setempat untuk meminta ijin pendakian.

Setelah berjalan 3 jam melalui perkebunan damar dan hutan tropis kita sampai di Danau Taman Hidup, yang airnya dapat dipergunakan untuk memasak dan minum. Kita dapat mendirikan tenda dan bermalam di sekitar danau, maupun dekat sungai yang letaknya agak ke atas. Danau Taman Hidup teramat unik, dengan kehijauan hutan tropis yang rimbun, dipadu dengan beraneka ragam ikan yang melimpah, sangat mudah dipancing bahkan ditangkap dengan tangan.

Dari situ kita dapat meneruskan pendakian ke puncak dengan mengitari separuh danau ke kiri, dengan menempuh perjalanan 6 jam. Puncak Argopuro disebut “Puncak Dewi Rengganis”, karena disana terdapat patung Dewi Rengganis. Puncak Dewi Rengganis ini, merupakan bekas kawah belerang.

Turun dari puncak Argopuro, kita dapat memilih turun dengan mengintari gunung lewat Alun-alun Besar, kemudian menuju Besuki lewat Baderan. Alternatif lainnya yakni kembali lewat jalan semula yaitu Bremi.

Alun-alun Besar adalah hamparan padang rumput yang luas, dan pernah direncanakan sebagai landasan pesawat terbang militer pada saat Tentara pendudukan Jepang.
Gunung Argopuro jarang didaki, hanya pada waktu-waktu tertentu saja, saat liburan sekolah atau musim kemarau. Gunung Argopuro sesungguhnya merupakan gunung yang menarik, karena selain pemandangannya yang indah, gunung ini juga dikenal memiliki banyak peninggalan bersejarah dari jaman kerajaan sampai masa pendudukan Jepang.

Hutan dikawasan G. Argopuro merupakan hutan yang masih asli. Binatang-binatang liar masih banyak dijumpai di daerah ini, seperti kijang, monyet, babi hutan, burung merak, ular, dan lainnya.

taken from Pendaki@yahoogroups.com

G. MERBABU


G. MERBABU (3.142 m)



Gunung Merbabu dan G. lawu keduanya amat serupa. Kedua gunung itu tidak mempunyai kawah yang aktif karena tergolong gunung api tua, dan berbentuk dataran tinggi yang lebar dan terpisak puncak-puncaknya oleh erosi dan hampir kehilangan hutan alamnya.

Dari arah selatan, di desa Selo kita bias menuju ke G. Merapi maupun G. Merbabu. Jalur yang lainnya yaitu arah utara; Kopeng, yang hanya menuju G. Merbabu.

Dengan bis dari Jogjakarta kita menuju Magelang kemudian dilanjutkan menuju Salatiga, dari sini perjalanan diteruskan ke Kopeng. Di Kopeng terdapat hotel maupun Losmen dan Taman Wisata serta dapat dipergunakan untuk berkemah. Dari Kopeng kemudian perjalanan diteruskan menuju desa Tekala. Di desa Tekala ini hendaknya para pendaki melengkapi perbekalan yang dirasa masih kurang, dan air harus dipersiapkan untuk pendakian maupun kembalinya secara cukup, karena dalam perjalanan ini tidak ada mata air sama sekali. Pemandu pendakian juga bias ditemui di desa ini.

Perjalanan akan melalui kebun sayur dan kebun akasia, naik terus sampai ke punggung gunung dan kita akan jumpai sebuah pondok yang telah rusak yang berada di ketinggian 2.4000 m dpl. Dari sini menuju puncak melalui lagi punggungan gunung dan dimana dapat terlihat pemandangan yang sangat indah dengan leluasa tanpa terhalang pepohonan. Di puncak yang pertama terdapat sebuah pondok untuk mengukur cuaca yang berada pada ketinggian 2.800 mdpl. Dari sini kita akan menuju puncak tertinggi yang sudah terlihat jelas didepan kita dengan membutuhkan waktu 1-2 jam perjalanan. Ditengah perjalanan ini kita akan menemui bekas kawah dan punggung gunung terjal dan curam. Total perjalanan dari Kopeng menuju puncak memakan waktu 8 jam dan turunya membutuhkan waktu 5 jam.

Apabila kita ingin mengadakan pendakian yang praktis atau pendakian marathon Merapi-Merbabu, kita bias mulai mendaki dari desa Selo Kabupaten Boyolali, Akan tetapi mendaki G. Merbabu dari desa Selo cukup terjal dan melelahkan. Lagi pula kita harus mendaki sebuah gunung lagi yang tingginya hampir sama dengan puncak G. Merbabu. Tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba. Total perjalanan ke puncak Merbabu 6-7 jam, dan turunnya 5 jam.

taken from Pendaki@yahoogroups.com

Dewa gunung


Reinhold Messner pantas disebut salah satu dewa gunung. Petualang asal Italia ini telah menorehkan sejumlah rekor dalam kancah petualangan dunia. Messner tak pernah bisa diam, ia terus mencari tantangan baru dalam menjelajahi suatu daerah. Umur boleh bertambah, namun semangat berpetualang tak pernah padam.Dunia pendakian gunung salju seakan terhenyak. Sejumlah pendaki pun mencibir. Mereka bilang, mana mungkin itu dapat dilakukan. Komentar miring lainnya: itu sama saja dengan tindakan bunuh diri.

Meski dianggap gila, Messner jalan terus. Ia tetap memegang prinsip: jalani dulu tanpa harus banyak bicara. Cibiran dan cemohaan itu terlontar gara-gara Messner mengutarakan keinginan untuk mendaki gunung di kawasan Himalaya dengan gaya pendakian tradisional di kawasan Alpen, Eropa. Prinsipnya, dalam pendakian ini seorang pendaki hanya berbekal peralatan secukupnya dan melakukan pendakian ala kebut gunung. Persiapan fisik dan mental pendaki sudah dilalukan sejak jauh hari. Begitu sampai di kaki gunung waktu aklimatisasi penyesuaian diri dengan kondisi sekitar - juga tak lama.

Hasilnya, waktu pendakian lebih singkat dan tak ada persiapan rute yang final. Paling penting: haram memakai tabung oksigen. Selanjutnya, gaya ini disebut gaya alpina.Sebelum gaya ini populer, para pendaki dunia memakai gaya pendakian Himalaya. Mereka dibekali dengan berton-ton peralatan, logistik dan punya waktu ekspedisi yang panjang. Tentu saja, semua kebutuhan tadi dibawa porter yang jumlahnya dapat mencapai ratusan orang. Saat tiba di kemah induk (base camp), tim pendaki melakukan proses aklimatisasi.

Beres semua itu, lalu mulai berjalan naik untuk membuka Kemah I dan seterusnya. Untuk menerapkan gaya alpina di Himalaya, Messner menunjuk puncak gunung Gasherbrum I yang dikenal sebagai Hidden Peak. Gunung ini punya titik tertinggi 8.068 meter dari permukaan laut (mdpl) dan berlokasi di wilayah Pakistan dan Cina. Pada 1975, lelaki yang sempat kuliah di Universitas Padua, Italia mengajak Peter Habeler untuk bergabung dalam ekspedisi ini.

Pada 8 Agustus 1975, Messner dan Habeler memulai pendakian. Keduanya tak bawa tali, tabung oksigen dan hanya berbekal alat panjat pribadi. Hari kedua, mereka tiba di bawah dinding es curam setinggi 1.000 meter. Kemah berikut berdiri setelah lewat dinding tersebut. Messner dan Habeler pun melakukan pemanjatan kilat. Usai pemanjatan gila-gilaan itu, keduanya terserang rasa lelah yang hebat. Saking capeknya, memasang tenda pun terasa sangat sulit. Apalagi acara makan tak ada dalam agenda pendakian.

Hari berikutnya, mereka meninggalkan perlatan dalam tenda. Penyerangan puncak (summit attack) dilakukan dengan hanya membawa kapak es (ice axe), crampoons, kamera dan peralatan medis.Pada hari yang sama, kedua pendaki handal ini meraih puncak. Peter Habeler tiba lebih dulu. Messner menyusul beberapa menit kemudian. Seperti lazimnya pendaki, Messner mengabadikan Habeler saat berada di puncak. Asyiknya, cuaca amat cerah dan mereka pun berpelukan.

Wow! Apa yang didapat ekspedisi Messner dan Habeler itu? Ini merupakan sukses kedua dalam usaha mencapai puncak Gasherbrum I. Namun, yang pertama dengan gaya alpina murni dalam pendakian gunung di atas 8.000 mdpl. Bagi Messner, pada saat itu, tercatat sebagai orang pertama yang sudah menjejak puncak di atas 8.000 mdpl: Nanga Parbat (8.125 mdpl), Manaslu (8.156 mdpl) dan Gasherbrum I.Begitu pendakian beres, Walter Bonati mengucapkan selamat via telegram:

Pendakian alpina yang hebat sekali. Anda berdua adalah satu-satunya orang dalam tahun ini yang berhasil menekan batas maksimal petualangan. Terus BerpetualangMessner tak pernah puas. Ia tetap menorehkan rekor lainnya dalam dunia pendakian. Sebut saja, orang pertama yang sukses menyapu bersih 14 puncak gunung di atas 8.000 meter, orang ketiga yang meraih gelar Ĺ“pendaki tujuh puncak dunia, pendaki pertama yang melakukan pendakian solo dan tanpa doping oksigen untuk meraih puncak Everest dan lainnya.

Pria yang meyakini keberadaan yeti sejenis makhluk yang menyerupai beruang di Tibet tak hanya dikenal sebagai pendaki gunung. Pada 1990, ia sukses melintasi benua Antartika dengan jalan kaki selama 92 hari via the South Pole sejauh 2.800 km. Dau tahun berikut, melintasi gurun Takla Maran, lalu ekspedisi ke Greenland sejauh 2.200 km. Di balik sukses tentu ada pula cerita sedih.

Kesedihan pertama Messner ketika berekspedisi ke Nanga Parbat, Pakistan. Di situ, petualang juga gape motret dan menulis buku itu harus menerima kenyataan, sang adik Gunther Messner meninggal dunia. Gunther tewas lantaran kejatuhan salju longsor (avalanche) di dekat kemah induk. Padahal, keduanya sudah menejak puncak via dinding Rupal (Rupal Face). Untuk melupakan kejadian itu, Messner butuh waktu bertahun-tahun.Tragedi kedua terjadi di Manaslu (8163 mdpl), Nepal pada 1972. Messner dituduh menjadi penyebab hilangnya dua rekan pendaki dalam tim ekspedisi yang dipimpin Wolfgang Nairz.

Franz Jager hilang dalam perjalanan turun bersama Messner. Raga Jager tak juga ditemukan setelah hilang dihantam badai salju. Dalam usaha pencarian itu, anggota ekspedisi lainnya: Andi Schlick ikut menghilang. Messener dan Horst Frankhauser sudah mencari, namun hasilnya nihil. Maklum saja, kondisi cuaca pada saat itu betul-betul buruk.Usai pendakian, sejumlah tulisan menyalahkan Messner.

Sialnya, tulisan itu dibuat oleh orang-orang yang belum pernah berekspedisi ke gunung 8.000 meter. Seluruh anggota tim mendukung Messner untuk menulis cerita yang sebenarnya. Namun, ia kadung trauma. Sejak itu, ia berjanji tak lagi ikut dalam ekspedisi berjumlah besar. Messner juga sempat gagal menaklukan Lhotse (8516 mdpl), Nepal/Cina pada 1975. Lalu gagal pada pendakian ke Makalu (8463 mdpl), Nepal/Cina tahun 1986. Tapi masih dalam tahun yang sama, kedua hutang tadi langsung dibayar lunas.

catros.wordpress.com